Translate

Blog Archive

Cari Blog Ini

e-Compusoft Online English Training

Selasa, 19 Oktober 2010

Guru Mesti Prioritaskan Suasana Belajar

Ende -- Suasana adalah bagian yang penting dalam sebuah proses pembelajaran. Suasana pembelajaran selalu menjadi dasar dalam memotivasi peserta didik menjadi aktif. Pernyataan ini ditegaskan Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jalal dalam Rapat Kerja Gubernur dan Para Bupati Serta Walikota Se- Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada 12 Oktober di Ende. Menurutnya, suasana belajar haruslah menjadi prioritas guru dalam melaksanakan tugasnya.



" Suasana pembelajaran agar siswa aktif adalah amanat dari UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional " ucap mantan Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan ini



Diakuinya, suasana belajar dengan masukan konteks lokal sering kali menjadikan peserta didik lebih akrab dengan aplikasi pembelajaran. Bahkan, menurut Fasli adaptasi antara suasana, konteks lokal dan konten pembelajaran justru lebih penting dirundingkan oleh insan pendidikan, dibandingkan dengan membicarakan muatan konten pendidikan di negara lain.



Fasli berharap agar suasana pembelajaran dipahami betul oleh para guru. " Bila perlu Pasal 1 (1) UU Sisdiknas terpampang betul di ruang-ruang yang dilalui guru, agar mereka menyadari tugas prioritas mereka sebagai guru" imbuh Fasli.



Kemudian Fasli pun menyoroti konten pembelajaran, selain karena terikat erat dengan suasana pembelajaran, konten pun acap kali menjadi barometer kualitas pendidikan. Fasli menjelaskan, pemeringkatan kualitas pendidikan secara Internasional, sering dideskripsikan melalui kecanggihan belpikir para peserta didiknya. Dari data yang dipaparkan Fasli, konten pembelajaran di Indonesia masih berkutat pada proses menghafal saja, dan belum dapat mencapai proses pembelajaran yang menghasilkan peserta didik mampu melakukan implementasi dan inovasi dari ilmu yang diperolehnya.



Di Jepang, negeri yang memiliki banyak sekali inovasi teknologi, sebanyak 6 % peserta didiknya yang mampu mengimplementasikan sekaligus menciptakan inovasi baru dari ilmu yang mereka peroleh. Begitu pula Korea Selatan. Negeri Ginseng ini sudah memiliki 3 % peserta didiknya yang berada di level tersebut, bahkan dalam level menghafal, persoalan mereka sudah dapat dikatakan beres, " Maka tidak heran apabila kualitas teknologi Korea Selatan sudah mampu bersaing dengan Jepang, bahkan di beberapa produk inovasi mereka lebih canggih."



Indonesia sendiri menepatkan persentase terbesarnya justru pada level menghafal, menurut data yang dikeluarkan oleh International Centre for Brewing and Distiling ( ICBD ) sebuah lembaga riset yang berfokus pada pola keselarasan antara pendidikan dan dunia industri ini , Indonesia memiliki sekitar 30% lebih peserta didiknya dalam level menghafal. Sedangkan di level implementasi dan inovasi peserta didik di Indonesia belum menunjukkan keberadaannya. Walaupun begitu, kata Fasli, persentase ini dapat berubah, dan tentunya membutuhkan kerja keras dan usaha bersama yang solid. " Data ini bukan untuk menciutkan hati kita, tetapi data ini mengajak kita melihat secara jernih persoalan yang ada, Tentunya saya berharap data ini disikapi sebagai sarana kita mencari upaya dan solusi perbaikan pendidikan di Indonesia".



Sebelumnya dalam pembukaan acara yang berlangsung dua hari itu, Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengungkapkan bahwa guru merupakan tonggak terpenting sebuah perubahan. Karena itu, persoalan guru harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan ..



Salah satu persoalan utama adalah kurangnya jumlah guru yang telah diamanatkan oleh UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pada UU tersebut dijelaskan bahwa kualifikasi akademik seorang guru haruslah diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4)



Di NTT sendiri jumlah guru yang telah menempuh S1 baru 18.958 orang dari jumlah total 71.825 guru, " Bahkan di jenjang Sekolah Dasar ( SD ) jumlah guru berkualifikasi akademik S1 hanya 3.306 guru dari 44.686 total guru SD " kata Frans, sembari menjelaskan bahwa latar belakang guru di NTT masih di dominasi oleh lulusan SMA.



Menanggapi kendala ini, Fasli mengatakan bahwa kualifikasi akademis guru yang telah di amanatkan oleh UU tersebut, memang merupakan saran pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Walaupun begitu Fasli mengingatkan bahwa pemerintah akan terus menjaga keberadaan dan kualitas guru-guru yang belum tersertifikasi. (yogi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar